Pengarang : Dee Lestari
Tebal : 295 halaman
Terbit : 2015 (cetakan ketujuh)
Penerbit : PT. Bentang Pustaka
Pertama baca buku ini waktu masih kuliah, tahun 2004
masa muda, masa lebay, masa mendrama . Aku ingat betul waktu itu aku
tak selesai membacanya, yang pertama karena aku tak paham jalan ceritanya dan
kedua karena kupikir buku ini adalah cerita lanjutan dari kisah Ferre dan Rana,
yang ternyata bukan. Buku ini memiliki kisahnya sendiri.
Dan minggu lalu saat ketoko buku aku tergoda
membelinya, kangen dengan pemikiran tak biasa dari Dee (tahun 2004 baca
supernova hasil minjem temen). Berbeda dengan Supernova pertama dimana bagian
bukunya terdapat selang seling cerita antara pengarang dan tokoh yang
diceritakannya (Reuben-dimas, Ferre-Rana). Buku ini terbagi menjadi 3 bagian.
Bagian pertama tentang menghilangnya Diva Anastasia saat jungle walking di Amerika Selatan yang kisah ini terputus dan entah
akan muncul lagi di Supernova yang mana. Bagian kedua dan merupakan sebagian
besar isi buku ini adalah tentang kisah Bodhi. Dan bagian ketiga seperti sebuah
epilog saat Bodhi di jakarta yang seolah akan menyambungkan buku ini dengan
Supernova selanjutnya.
Puisi Dee di halaman awal buku ini, salah satu favoritku |
Bodhi seorang manusia tak biasa, kepala plontos
dengan tonjolan yang membuatnya terlihat seperti monster. Selain seorang tukang
tatto Bodhi juga bagian dari komunitas punk yang digawangi Bong, seorang dengan
pemikiran tak biasa dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan.
Bong dan Bodhi selalu mengadakan “orientasi” untuk
anggota baru yang bergabung dalam komunitas mereka. Dimana orientasi itu berisi
cerita kehidupan Bodhi. Dipertengahan buku ini aku sampai lupa bahwa cerita ini
adalah tentang Bodhi sedang bercerita pada empat orang anak yang baru bergabung
dengan mereka.
Kisah Bodhi dimulai dari kelahirannya yang entah dari
rahim yang mana dan selanjutnya dirawat oleh seorang biksu di Lawang. Dan ia
meninggalkan vihara untuk merantau ke berbagai tempat seperti Medan, Thailan,
Laos, hingga Kamboja untuk mendapatkan jati dirinya. Beberapa tokoh istimewa
bertemu dengannya yang beberapa diantaranya tak berlanjut, salah satunya adalah
Star, perempuan cantik yang membuat Bodhi tak memahami perasaan yang baru
dialaminya saat bersama Star.
Dari buku ini sepatutnya dipahami konsep “anti
kemapanan” pada komunitas punk. Hidup Bodhi dan Bong memang tak mapan tapi
mereka bukannya tak punya tujuan hidup. Bahkan mereka terkadang lebih “open
minded” dibanding mereka yang kehidupannya sudah mapan.
Beberapa kutipan nyentil
dari buku ini :
“Kamu memilih jalur susah untuk
perjalanan yang mestinya sangat gampang. Dasar manusia.”
“apa yang kukira batasku
hari ini ternyata masih punya ujung baru esok harinya”
“manusia yang selalu hidup
di benang perbatasan antara waras dan gila, antara kata mutiara dan umpatan
durjana adalah manusia yang paling kesepian.”
“bagaimana mungkin ada
seteru jika tak ada konsep ambisi”
Itulah beberapa kutipan
yang kuingat dari buku ini. Setelah kupikir lagi , wajar kalu 11 tahun lalu aku
tak tertarik dengan buku ini. Saat itu daftar bacaanku tidak seberagam sekarang
dan jiwaku jiwa remaja penyuka drama. Kalau aku yang sekarang . . . tentu saja I’ll said I love this book.
No comments:
Post a Comment